Kosan Free

Diposting pada

Kosanku di Sedap Malam tak bisa dipertahankan karena ibu kos tetap pada pendiriannya: meminta tahunan. Tentu saja permintaannya tak bisa dipenuhi karena jangankan tahunan, per bulan pun tersndat-sendat. Sebenarnya kosan ini terbilang murah dibanding kosan lain. Hanya 4 juta per tahun dengan kosan tiga ruangan dan kamar mandi di dalam. Dan tersedia dapur. Tapi untuk ukuranku dan dengan seorang teman, terbilang berat. Ya sudahlah, aku dan temanku mesti pidah; hijrah…
Berhari-hari kami mencari kosan dari satu tempat ke tempat lain. Beberapa kosan ditemukan. Beberapa ada yang cocok dengan suasananya, tapi tak cocok harganya. Ada yang cocok harganya, tapi susananya tak cocok.
Kami terus menncari. Bertanya ke teman-teman. Memasuki gang-gang kecil. Ketika melewati gang kampung utan, kami melihat seorang teman. Langsung saja mampir. Ternyata dia pelayan counter HP. Kami pun bertegur sapa dan bertanya kabar masing-masing. Pada akhirnya kami membicarakan kosan.
Oh, di belakang banyak kosan kosong,” katanya sambil menunjuk ke bangunan dua lantai yang berderet ruangan-ruangan yang menyampingi jalan.

“Oh ya?”
“Iya.”
“Dimana bu kos-nya?
“Tuh, yang paling pojok.”
Kami pun diantar menemui bu kos. Ternyata dia tak kemana-mana.
Kami pun membicarakan maksud kami menemuinya. Langsung saja dia melihat dia mengajak melihat-lihat ruangan berukuran 7 meter kali 5 meter. Sementara di salah satu pojok ruangan kamar mandi 2 meter kali 1 meter.
Di atas ada yang kosong?” kata temanku.
Ada.”
Ukurannya sama?
Sama.”
Mau lihat?
Iya.”
Kami pun menaiki tangga.
Ada dua kamar yang kosong katanya sambil membuka kunci salah satu ruangan. Daun pintu kamar ini penuh dengan pamphlet dan poster yang menempel. Di kanan atas ada pamphlet dengan warna dasar hitam. Di bagian atas ada tulisan berwarna kuning, “Golkar Hancur, Rakyatan Makmur”. Di bawahnya ada tulisan “Satu rasa, Satu Jiwa, Satu Kata, Satu Satu Cinta. Di bawahnya ada pamphlet, “Stop Perdgangan Anak. Di bawahnya lagi ada pamphlet berbunyi, Yang Bukan ANak Musik Dilarang Mausk” sementara di tengan daun pintu ada pamphlet yang paling besar sehingga memenuhi hamper separuh daun pintu. Dia sepertinga raja pamphlet di pintu ini. Raja pamphlet itu berwarna dasar hitam dengan gambar telaak kaki berwana hitam. Posisi tumit di bawah dan jari-jari kaki di atas. Di bu jari tergantung bandrol dengan tulisan: Nama Yosep. Umur: 18 Tahun.
“Namamu kok ada disitu?” kata temanku.
“Iya. Tapi lihat tulisan di atasnya,”Narkoba, Berani Coba, Hilang Nyawa,” jawabku.
“Silakan lihat-lihat!” kata bu kos.
Kami pun masuk meneliti ruangan, melihat kamar mandi dan membuka kran air. Setelah dicek dan ternyata bagus, aku kembali meneliti ruangan, memperhatikan dinding. Ketika melihat saklar, sku mencobanya, lampu menyala. Di salah satu dinding aku melihat poster bergambar bangunan tua berwarna kuning kusam. Di bawahnya ada tulisan Saudi Arabian Airlines. Di bawah poster itu ada lapadz Allah dengan huruf Arab. Sementara di bawahnya ada angka 14 dengan huruf latin. Aku langsung termenung melihat tulisan itu. Apa hubungannya? Atau tak sama sekali tak ada hubungannya? Barangkali penghuni kos sebelumnya menulis lapal Allah di satu waktu. Kemudian dia menulis sebuah rencana, entah rencana apa di tanggal 14. Untuk keberhasilan rencana itu, dia menuliskannya di bawah lapal ALLAh. Atau barangkali angka 14 adalah hari ualang tahunnya sendiri, atau pacarnya, atau setidaknya orang dekatnya. Atau mungkin tanggal 14 itu hari keberuntungannya. Atau mungkin tanggal 14 itu hari yang sial atau kenangan menyakitkan sehingga dia menuliskannya. Atau 14 itu tak berarti apa-apa. Dia cuma iseng menulisnya. Dan atau-atau lain yang aku tidak tahu.
Kini sudah genap dua bulan aku tinggal di kosan ini. Lapadz Allah dan angka 14 itu selalu membuatku bertanya dan berkhayal….
Kp Utan 16 Juli 2009

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *