Cermindunia.my.id – Bagi anda yang pernah
menyeberang ke bali atau sebaliknya kearah pulau jawa. Pasti tidak asing
mengenal pelabuhan Gilimanuk. Pelabuhan terkenal yang menjadi pintu utama masuk
dan keluar dari Pulau Dewata.
Historis Gilimanuk diawali sekitar tahun
1920, Lokasi Pelabuhan Gilimanuk yang dulu masih berupa hutan belantara yang
dihuni berbagai jenis satwa, di antaranya burung Jalak, Perkutut dan lain-lain.
Kala itu, orang Jawa yang berkunjung menyebut pelabuhan Gilimanuk dengan nama
“Tanjung Selat” sedangkan orang Bali menamainya “Ujung”.
Karena masih hutan, tidak ada orang yang
berkeinginan menetap di Gilimanuk, disebabkan kondisi wilayah atau tempatnya
yang terpencil dan masih dihuni banyak satwa buas.
Alkisah kedatangan perahu dari Madura yang
terdampar di Teluk Gilimanuk. Awak kapal yang berhasil selamat mencoba
beradaptasi dan bertahan hidup di Gilimanuk sambil menikmati keindahan alamnya,
ia menyaksikan berbagai jenis burung, dan kebetulan burung perkutut yang
jadi kegemaran awak perahu tersebut.
Awak perahu tersebut pun menyebut selat Bali
sebagai Gili-Manuk, ia menyebut “Gili” sebab di tempat tersebut terdapat
pulau-pulau kecil, semantara kata “Manuk” diambil dari bahasa Madura yang
artinya burung. Ia menamai tempat sesuai apa yang dilihatnya. Sepulangnya awak
perahu tersebut ke Madura, mulai tersebarlah nama Gilimanuk ke masyarakat Jawa
dan Madura.
Memasuki tahun 1930-an kolonial Belanda
memindahkan tahanan kelas berat dari Candikusuma ke Gilimanuk. Saat itu Raden
Mas Jasiman bertugas mengawasi gerak gerik para tahanan atas perintah pimpinan
Belanda. Bersamaan dengan dibangunnya penjara, pegawai perusahaan Belanda
bernama Tuan Cola dari Banyuwangi atas seizin petinggi mulai membuka hubungan
dagang Jawa-Bali.
Sejak itulah mulai dibangun permukiman di
Gilimanuk Orang-orang dari Jawa, Madura, Makassar, dan Bugis mulai
berdatangan, meski hanya untuk berburu jenis burung.
Setelah Jepang resmi menguasai Indonesia,
mulailah pribumi dipekerjakan rodi untuk membangun pos-pos pertahanan, galangan
kapal, dan pemadatan jalan Negara – Singaraja. Kerja rodi di Gilimanuk usai
setelah berhasil diusirnya Jepang dari tanah air. Kala itu perlawanan melawan
Jepang di Gilimanuk dipimpin I Gusti Ngurah Rai.
Memasuki 1948, pemerintah menugaskan I
Nyoman Dugdug dari Denpasar sebagai pelaksana urusan Pabean dan Syahbandar di
Gilimanuk. Pelabuhan dilengkapi, mulai dari jakung, perahu, dan kapal perpelin.
Sementara mobil angkut kala itu masih dua unit, milik perusahaan Sampurna dan
Sapahira. Ketika terbentuk Republik Indonesia Serikat pada 1950, Pelabuhan
Gilimanuk dimasukkan ke wilayah Bulelang. Awal dari ramainya arus penyebrangan
dan berkembang pesatnya pelabuhan.
Dari bentuk Pabean dan Syahbandar di masa
Belanda, Pelabuhan Gilimanuk berubah menjadi Kantor Pelabuhan Gilimanuk
(Kanpel) berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan KM. 63 Tahun 2002 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan.
Pelabuhan Gilimanuk berubah kembali menjadi
Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Gilimanuk, sesuai Peraturan
Menteri Perhubungan KM. 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Unit Penyelenggara Pelabuhan.
Dan
kini, berdasarkan PM 77 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Gilimanuk diubah menjadi
Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Gilimanuk. Pelabuhan
Gilimanuk pun terus berkembang.
Saat
ini Pelabuhan Gilimanuk menjadi salah satu pelabuhan tersibuk yang ada di
Indonesia. (Mr.Okay98)